Dikala kita menyelami kehidupan ini, rasanya tidak habis untuk kita nikmati. Bak berenang dalam kolam susu, sangat nikmat, namun bila tidak berhati-hati bisa tersedak yang sangatlah sakit rasanya. Kita sebagai istri pun demikian. Sebagai wanita yang belum bersuami terasa hampa dan galau. Namun dikala sudah bersuami tentulah kita bertambah kewajiban.
Sahabat Muslimah...
Kita sebagai istri ternyata ada beberapa hal yang saat ini seolah masih terasa berat dikala menapakinya. Ini mungkin terjadi karena keterbatasan ilmu, atau kurangnya kesadaran atau mungkin karena kurangnya pandai dalam menata hati.
Dalam kehidupan rumah tangga saat ini ada tiga hal yang sangatlah jelas hukumnya namun masih terasa berat dan bahkan ada kecenderungan banyak yang mengingkarinya. Tiga hal tersebut adalah:
Pertama, Istri itu Dipimpin dan Pemimpin
Kita sebagai istri secara otomatis akan berperan ganda. Peran ini berkaitan dengan kedudukan kita yang harus siap dipimpin dan juga harus siap memimpin. Kedua kedudukan ini tidak bisa kita pilih dan tidak mungkin pula kita tinggalkan.
Kita sebagai istri haruslah siap untuk dipimpin suami. Karena suami Imam kita. Pengingkararan atas kepemimpinan suami merupakan kemaksiatan. Cukuplah bagi kita ungkapan Rosululloh:
"Seandainya manusia boleh sujud terhadap manusia, maka akan aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka".
Namun di sisi lain kita sebagai istri harus pula siap untuk menjadi pemimpin. Karena ini menjadi fitrah seorang istri. Istri adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan harus mampu bertanggung jawab atas rumah tangga suaminya tersebut. Maka sebagai istri kita haruslah aktif dalam menata kenyamanan rumah tangga kita. Pasifnya seorang istri akan berpengaruh besar atas berjalannya rumah tangga.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.... (H.R. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ahmad).
Kedua, Ada Hak Saudarimu atas Suamimu
Ini mungkin menjadi momok pada sebagian besar para istri. Masih ingatkah kita bagaimana galaunya dulu dikala belum mempunyai pasangan? Masih ingatkah kita dulu dikala menerima undangan nikah dari teman satu kajian? Masih ingatkah kita dulu
Sahabat Muslimah...
Kita sebagai istri ternyata ada beberapa hal yang saat ini seolah masih terasa berat dikala menapakinya. Ini mungkin terjadi karena keterbatasan ilmu, atau kurangnya kesadaran atau mungkin karena kurangnya pandai dalam menata hati.
Dalam kehidupan rumah tangga saat ini ada tiga hal yang sangatlah jelas hukumnya namun masih terasa berat dan bahkan ada kecenderungan banyak yang mengingkarinya. Tiga hal tersebut adalah:
Pertama, Istri itu Dipimpin dan Pemimpin
Kita sebagai istri secara otomatis akan berperan ganda. Peran ini berkaitan dengan kedudukan kita yang harus siap dipimpin dan juga harus siap memimpin. Kedua kedudukan ini tidak bisa kita pilih dan tidak mungkin pula kita tinggalkan.
Kita sebagai istri haruslah siap untuk dipimpin suami. Karena suami Imam kita. Pengingkararan atas kepemimpinan suami merupakan kemaksiatan. Cukuplah bagi kita ungkapan Rosululloh:
"Seandainya manusia boleh sujud terhadap manusia, maka akan aku perintahkan para istri untuk sujud kepada suami mereka".
Namun di sisi lain kita sebagai istri harus pula siap untuk menjadi pemimpin. Karena ini menjadi fitrah seorang istri. Istri adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan harus mampu bertanggung jawab atas rumah tangga suaminya tersebut. Maka sebagai istri kita haruslah aktif dalam menata kenyamanan rumah tangga kita. Pasifnya seorang istri akan berpengaruh besar atas berjalannya rumah tangga.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
Artinya: Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.... (H.R. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi dan Ahmad).
Kedua, Ada Hak Saudarimu atas Suamimu
Ini mungkin menjadi momok pada sebagian besar para istri. Masih ingatkah kita bagaimana galaunya dulu dikala belum mempunyai pasangan? Masih ingatkah kita dulu dikala menerima undangan nikah dari teman satu kajian? Masih ingatkah kita dulu
bagaimana sulitnya menata hati dikala mendengarkan atau bahkan tak sengaja melihat wajah ustadz yang selalu memberi nasihat? Mungkin jawaban dari tiga pertanyaan itu sama. Sakitnya tuh di sini hehe pisss :)
Alhamdullilah saat ini sudah kita temukan sang pujangga, sang pangeran dan sang mujahid yang sudah mengikatkan hatinya pada kehidupan kita. Yang selama ini begitu setia menyiapkan telinganya untuk mendengarkan keluhan kita. Yang selama ini selalu menyiapkan dadanya untuk tempat kita bersandar. Yang selama ini begitu dengan sabarnya membimbing kita sebagai istri.
Subhanallah...
Namun masih ingatkah kita di sana masih banyak saudari kita yang masih memberikan jawaban "sakitnya tuh disini" saat menjawab tiga pertanyaan di atas? Dengan sadar kita memahami bahwa antar saudara seiman haruslah bagaikan satu tubuh. Dengan sadar pula kita memahami bahwa wajib hukumnya menjaga ukhuwah dengan saudara seiman.
Sudah kita buktikan kan persaudaraan kita? Sudah kita buktikan ukhuwah kita? Mungkin kita dalam hati kita akan berteriak "Astaghfirullohal'adzim... Tapi aku belum siaaap...". Semoga saja cukup denga istighfar saja. Paling tidak kita memahami bahwa membiarkan saudari kita menderita tanpa ada pendamping termasuk kesalalahan.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa': 3)
Ketiga, Ada Hak Saudaramu atas Rizkimu
Dikala membahas atas rizki teringat dengan pesan Rosululloh untuk muslimah supaya banyak shodaqoh. Dulu saat membaca hadits tersebut memang kurang begitu memahami. Namun setelah menikah batu menyadari, ternyata dilapangkan sebagian besar istri yang memegang kendali keuangan dalam rumah tangga. Maka pantaslah bila Rosululloh mengingatkan muslimah untuk banyak shodaqoh.
Secara tidak langsung bakhil tidaknya suatu keluarga sangat tergantung dengan seorang istri dalam keluarga tersebut. Dalam masalah ini kita haruslah memahami bahwa dari sebagian rizki yang Alloh berikan kepada kita terdapat hak saudara kita yang dititipkan Alloh. Hak saudara kita ini harus kita berikan dalam wujud zakat maupun shodaqoh.
Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menunda ataupun menghambat zakat maupun shodaqoh. Bila kita tunaikan, janji Alloh pun sangat jelas. Alloh akan menggantinya berlipat-lipat.
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS Adz Dzaariyaat 19).
Sahabat Muslimah...
Semoga kita sebagai istri bisa memahami tiga poin ini. Bagaimanapun kesiapan hati kita, ketiga hal ini tidaklah bisa kita ingkari. Karena kejelasan atas syari'at tersebut bagaikan terangnya sinar mata hari. Wallohua'lam. http://www.reportaseterkini.net/
Alhamdullilah saat ini sudah kita temukan sang pujangga, sang pangeran dan sang mujahid yang sudah mengikatkan hatinya pada kehidupan kita. Yang selama ini begitu setia menyiapkan telinganya untuk mendengarkan keluhan kita. Yang selama ini selalu menyiapkan dadanya untuk tempat kita bersandar. Yang selama ini begitu dengan sabarnya membimbing kita sebagai istri.
Subhanallah...
Namun masih ingatkah kita di sana masih banyak saudari kita yang masih memberikan jawaban "sakitnya tuh disini" saat menjawab tiga pertanyaan di atas? Dengan sadar kita memahami bahwa antar saudara seiman haruslah bagaikan satu tubuh. Dengan sadar pula kita memahami bahwa wajib hukumnya menjaga ukhuwah dengan saudara seiman.
Sudah kita buktikan kan persaudaraan kita? Sudah kita buktikan ukhuwah kita? Mungkin kita dalam hati kita akan berteriak "Astaghfirullohal'adzim... Tapi aku belum siaaap...". Semoga saja cukup denga istighfar saja. Paling tidak kita memahami bahwa membiarkan saudari kita menderita tanpa ada pendamping termasuk kesalalahan.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: ”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa': 3)
Ketiga, Ada Hak Saudaramu atas Rizkimu
Dikala membahas atas rizki teringat dengan pesan Rosululloh untuk muslimah supaya banyak shodaqoh. Dulu saat membaca hadits tersebut memang kurang begitu memahami. Namun setelah menikah batu menyadari, ternyata dilapangkan sebagian besar istri yang memegang kendali keuangan dalam rumah tangga. Maka pantaslah bila Rosululloh mengingatkan muslimah untuk banyak shodaqoh.
Secara tidak langsung bakhil tidaknya suatu keluarga sangat tergantung dengan seorang istri dalam keluarga tersebut. Dalam masalah ini kita haruslah memahami bahwa dari sebagian rizki yang Alloh berikan kepada kita terdapat hak saudara kita yang dititipkan Alloh. Hak saudara kita ini harus kita berikan dalam wujud zakat maupun shodaqoh.
Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita untuk menunda ataupun menghambat zakat maupun shodaqoh. Bila kita tunaikan, janji Alloh pun sangat jelas. Alloh akan menggantinya berlipat-lipat.
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS Adz Dzaariyaat 19).
Sahabat Muslimah...
Semoga kita sebagai istri bisa memahami tiga poin ini. Bagaimanapun kesiapan hati kita, ketiga hal ini tidaklah bisa kita ingkari. Karena kejelasan atas syari'at tersebut bagaikan terangnya sinar mata hari. Wallohua'lam. http://www.reportaseterkini.net/
0 comments:
Post a Comment