Membangun Kembali Kepingan Peradaban Islam yang Hilang


Membangun Kembali Kepingan Peradaban Islam yang Hilang

Diantara salah satu penyebab kekalahan umat Islam karena ghanimah (harta rampasan perang). Ketika  kemenangan itu sudah di depan mata pada Perang Uhud lalu hilang begitu saja, penyebabnya adalah  ghanimah.
Pasukan  pemanah yang ditempatkan di atas bukit turun tanpa komando setelah melihat kemenangan di depan mata dan ghanimah yang menggoda,  maka  “counter attack” pasukan  Khalid Bin Walid dengan mengelilingi Gunung Uhud lalu menghantamnya dari belakang memaksa kaum muslimin memupus kemenangan yang hampir saja didapatkannya.
Gunung Uhud menjadi saksi syahidnya 70 orang terbaik umat ini. Inilah kekalahan pertama dalam sejarah kita.
Kekalahan terakhir dalam ekspansi muslimin terakhir  di  Eropa pun karena ghanimah. Ketika pasukan muslimin yang dipimpin seorang mujahid muda yang sholeh, cerdas  dan gagah berani Abdul Rahman Al-Ghafiqi  dapat dikalahkan oleh pasukan  Charles Martel, kemenangan sudah hampir dalam genggaman sama sama situasinya dengan  Perang Uhud. Dalam peperangan yang berlangsng selama 7 hari itu pasukan Charles Martel sudah dipukul mundur. Pasukan Nashrani tahu bahwa muslimin mempunya banyak ghanimah sejak kedatangan mereka ke Spanyol dan biasanya ditempatkan di belakang pasukan dengan penjagaan. Maka, pasukan Nashrani memukul kaum muslimin dari belakang kemudian tentara islam tidak terkendali lagi berjuang sendiri-sendiri tanpa komando. Abdul Rahman Al-Ghafiqi berusaha menata kembali pasukannya namun panah musuh menghentikannya. Ia gugur bersama puluhan ribu pasukan kaum muslimin dalam perang “Balat As Syuhada” (Serambi Para Syuhada).
Kita buka kembali lembaran-lembaran sejarah bagaimana keruntuhan kota-kota di Spanyol, tahun 422 H,  ketika Bani Umayyah sudah tidak sanggup lagi mempertahankan hegemoni kekuasaannya,  muncullah kerajaan-kerajaan kecil (Al-Mamalik) yang bersaing bahkan berperang diantara mereka, dan yang sangat menyedihkan mereka meminta bantuan kerajaan Kristen seperti ; Castile, Lion, dan Aragon untuk memerangi saudaranya sendiri demi eksistensi  kerajaannya. Inilah awal dari keruntuhan itu,  kalau saja seorang Yusuf bin Tasyfin pemimpin Daulah Al-Murabithin di Maroko tidak turun gunung untuk menyelamatkan muslim Andalusia, maka eksistensi muslim Andalusia  tidak mungkin bisa bertahan sampai 2 abad kemudian.
Menurunnya kekuatan umat Islam kala itu bukan karena kuatnya pasukan Kristen, tapi karena melemahnya umat Islam itu sendiri. Selain itu menguatnya fanatisme kelompok, syahwat kekuasaan yang menemukan momentumnya dan hilangnya spirit jihad dalam dada kaum muslimin.
Pada akhirnya pertanyaan itu terjawab, kenapa kita terusir dari Spanyol? Karena Allah tidak pernah mendzolimi hambanya sedikitpun tapi mereka yang mendzolimi diri mereka sendiri.
Sunnatullah, ketika semua syarat keruntuhan sudah nyata, maka momen itu hanya tinggal menunggu waktu saja.
Tahun 897 H, kota terakhir  di Spanyol, Granada, runtuh setelah mampu bertahan selama 200 tahun dari keruntuhan kota-kota yang lainnya  di Andalusia. Sultan terakhir Bani Ahmar Abu Abdillah berlinang air mata ketika memandangi tembok Istana Al-hamra yang dicintainya  untuk terakhir kalinya. Lalu ibunya mengatakan  sebuah kalimat yang melegenda sampai sekarang:
ابك مثل النساء ملكاً لم تحافظ عليه مثل الرجال”
“Kamu menangis seperti perempuan  tapi tidak mampu mempertahankan Negara seperti laki-laki.
Kita tidak perlu terlalu lama menangisi semuanya.  Karena semua itu adalah sunatullah yang menemukan takdirnya. Tugas kita adalah merekontruksi kembali kepingan-kepingan sejarah itu agar kita memenuhi semua syarat untuk bangkit dan kembali memimpin dunia dan memberikan cahaya ilahi yang menyinari dunia yang sedang carut-marut ini.
Mungkin bukan genersi kita yang akan memimpin fase ke -5 zaman itu  yaitu “Al-khilafah ala Minhaj An Nubuwwah” yang dijanjikan Rasulullah, tapi minimal kita menjadi arsitek generasi setelah kita agar mereka mengikuti gerbong pengusung kejayaan itu kembali.
Minimal ada dua dari banyak hal yang bisa kita lakukan :
Pertama, kita kembalikan sistem pendidikan kita kepada kurikulum dimana orang-orang hebat sebelum kita dididik dan dibesarkan, kurikulum yang sederhan tapi dampaknya luar biasa, kurikulum yang melahirkan anak-anak muda sekelas Abdullah Ibn Abbas, Usamah bin Zaid, Muhammad Al-Fatih, Sulaiman Al-Qanuni dan segudang orang-orang hebat yang kelu lidah kita untuk mengabsennya, saking banyaknya.
Tinggalkan kurikulum sekuler yang hanya melahirkan para perusak agama dan negara.
Alhamdulillah, gelombang perubahan ini mulai terasa di negara kita. Para orang tua semakin sadar akan hal itu terbukti mereka berbondong-bondong  memasukan anak-anak mereka ke sekolah tahfidz Al-Qur’an dan mendidik mereka sejak dini dengan pelajaran keimanan.
Kedua, jangan menghabiskan energi dengan konflik antara kita sesama muslim hanya karena perbedaan furuiyyah, kita harus bersatu, biarkan aneka ragam organisasi, pengajian, menjadi kekayaan berharga kita. Jika ada kesalahan mari kita duduk dan perbaiki bersama-sama.
Mari kita merekonstruksi kembali kepingan peradaban kita akar kita mempunya semua syarat untuk bangkit. * http://m.hidayatullah.com/

Artikel wow nih Lainnya :

0 comments:

Post a Comment

Scroll to top